Bagaimana Anda Bereaksi Terhadap Situasi?

From: [EMAIL PROTECTED]

Tiap saat kita berhadapan dengan bermacam-macam situasi. Terutama ketika 
berhubungan dengan orang lain.

Sebagai pemimpin, mengertikah kita bagaimana cara `membakar' motivasi para 
pegawai kita? Sebagai ibu, kita sering bingung nggak habis pikir plus pusing 
oleh watak keras kepala anak-anak kita?! Tak jarang pula, sebagai suami kita 
terus-terusan bertengkar sama istri yang padahal juga kita sayangi dan 
cintai?Adakah `zat kimia' tertentu atau pola tertentu yang mempengaruhi sifat, 
sikap dan reaksi kita dan merasa dalam menghadapi berbagai situasi. sehingga 
kita bisa lebih berdamai dan mengerti mengapa semua reaksi itu terjadi? 
Bukankah akan lebih nikmat hidup ini kalau kita satu sama lain saling memahami?

Florence Litteur, penulis buku terlaris "Personality Plus" menguraikan, ada 
empat pola watak dasar manusia. Kalau saja semua sudah kita pahami, kita akan 
sangat terbantu sekali dalam berhubungan dengan orang lain.Kita akan jadi 
mengerti mengapa suami kita tiba-tiba marah sekali ketika meja kerjanya yang 
berantakan kita atur rapi. Kita juga akan mudah memahami mengapa pegawai kita 
gampang sekali berjanji. dan hebatnya dengan mudah pula ia melupakannya, "Oh 
ya, saya lupa" katanya sambil tertawa santai. Kita juga akan mudah mengerti 
mengapa istri kita nggak mau dengar sedikitpun pendapat kita, tak mau kalah, 
cenderung mempertahankan diri, selalu merasa benar dengan pendapatnya dan makin 
sengit bertengkar kalau kita mau coba-coba untuk mengalahkannya.

Yang pertama, kata Florence adalah golongan Sanguinis, "Yang Populer". Mereka 
ini cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang lain. Hidupnya penuh 
dengan bunga warna-warni. Mereka senang sekali bicara tanpa bisa dihentikan. 
Gejolak emosinya bergelombang dan transparan. Pada suatu saat ia berteriak 
kegirangan, dan beberapa saat kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu.

Namun orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi, 
cenderung berpikir `pendek', dan hidupnya serba tak beratur. Jika suatu kali 
anda lihat meja kerja pegawai anda cenderung berantakan, agaknya bisa jadi ia 
sanguinis. Kemungkinan besar ia pun kurang mampu berdisiplin dengan waktu, 
sering lupa pada janji apalagi bikin planning/rencana. Namun kalau disuruh 
melakukan sesuatu, ia akan dengan cepat mengiyakannya dan terlihat sepertinya 
betul-betul hal itu akan ia lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin buktikan 
bahwa ia bisa dan akan segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari 
kemudian ia tak lakukan apapun juga.

Lain lagi dengan tipe kedua, golongan melankoli, "Yang Sempurna". Agak 
berseberangan dengan sang sanguinis. Cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, 
tersusun sesuai pola. Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data, 
angka-angka dan sering sekali memikirkan segalanya secara mendalam. Dalam 
sebuah pertemuan, orang sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan, namun 
orang melankoli cenderung menganalisa, memikirkan, mempertimbangkan, lalu kalau 
bicara pastilah apa yang ia katakan betul-betul hasil yang ia pikirkan secara 
mendalam sekali.

Orang melankoli selalu ingin serba sempurna. Segala sesuatu ingin teratur. 
Karena itu jangan heran jika balita anda yang `melankoli' tak `kan bisa tidur 
hanya gara-gara selimut yang membentangi tubuhnya belum tertata rapi. Dan 
jangan pula coba-coba mengubah isi lemari yang telah disusun istri `melankoli' 
anda, sebab betul-betul ia tata-apik sekali, sehingga warnanya, jenisnya, 
klasifikasi pemakaiannya sudah ia perhitungkan dengan rapi. Kalau perlu ia 
tuliskan satu per satu tata letak setiap jenis pakaian tersebut. Ia akan 
dongkol sekali kalau susunan itu tiba-tiba jadi lain.

Berikutnya, manusia Koleris, "Yang Kuat". Mereka ini suka sekali mengatur 
orang, suka tunjuk-tunjuk atau perintah-perintah orang. Ia tak ingin ada 
penonton dalam aktivitasnya. Bahkan tamu pun bisa saja ia `suruh' melalukan 
sesuatu untuknya. Akibat sifatnya yang `bossy' itu membuat banyak orang koleris 
tak punya banyak teman. Orang-orang berusaha menghindar, menjauh agar tak jadi 
`korban' karakternya yang suka `ngatur' dan tak mau kalah itu.

Orang koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya rasa, 
"hanya saya yang bisa menyelesaikan segalanya; tanpa saya berantakan semua". 
Karena itu mereka sangat "goal oriented", tegas, kuat, cepat dan tangkas 
mengerjakan sesuatu. Baginya tak ada istilah tidak mungkin. Seorang wanita 
koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat pohon, bertarung ataupun memimpin 
peperangan. Kalau ia sudah kobarkan semangat "ya pasti jadi", maka hampir dapat 
dipastikan apa yang akan ia lakukan akan tercapai seperti yang ia katakan. 
Sebab ia tak mudah menyerah, tak mudah pula mengalah.

Hal ini berbeda sekali dengan jenis keempat, sang Phlegmatis "Cinta Damai". 
Kelompok ini tak suka terjadi konflik, karena itu disuruh apa saja ia mau 
lakukan, sekalipun ia sendiri nggak suka. Baginya kedamaian adalah 
segala-galanya. Jika timbul masalah atau pertengkaran, ia akan berusaha mencari 
solusi yang damai tanpa timbul pertengkaran. Ia mau merugi sedikit atau rela 
sakit, asalkan masalahnya nggak terus berkepanjangan.

Kaum phlegmatis kurang bersemangat, kurang teratur dan serba dingin. Cenderung 
diam, kalem, dan kalau memecahkan masalah umumnya sangat menyenangkan. Dengan 
sabar ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau disuruh untuk mengambil 
keputusan ia akan terus menunda-nunda. Kalau anda lihat tiba-tiba ada 
sekelompok orang berkerumun mengelilingi satu orang yang asyik bicara terus, 
maka pastilah para pendengar yang berkerumun itu orang-orang phlegmatis. Sedang 
yang bicara tentu saja sang Sanguinis.

Kadang sedikit serba salah berurusan dengan para phlegmatis ini. Ibarat 
keledai, "kalau didorong ngambek, tapi kalau dibiarin nggak jalan". Jadi kalau 
anda punya staf atau pegawai phlegmatis, anda harus rajin memotivasinya sampai 
ia termotivasi sendiri oleh dirinya.

Mencoba Mengerti Orang Lain

Nah, sekarang anda masuk golongan mana? Coba amati istri, suami atau anak-anak 
anda, mereka golongan apa? Jangan-jangan anda sekarang mulai mengerti mengapa 
suami-istri-anak-rekan anda bertingkah laku "seperti itu" selama ini. Dan anda 
pun akan tertawa sendiri mengingat-ingat berbagai perilaku dan kejadian selama 
ini.

Ya, tapi apakah persis begitu? Tentu saja tidak. Florence Litteur, berdasarkan 
penelitiannya bertahun-tahun telah melihat bahwa ternyata keempat watak itu 
pada dasarnya juga dimiliki setiap orang. Yang beda hanyalah `kadar'nya. Oleh 
sebab itu muncullah beberapa kombinasi watak manusia.

Ada orang yang tergolong Koleris Sanguinis. Artinya kedua watak itu dominan 
sekali dalam mempengaruhi cara kerja dan pola hubungannya dengan orang lain. Di 
sekitar kita banyak sekali orang-orang koleris sanguinis ini. Ia suka 
mengatur-atur orang, tapi juga senang bicara (dan mudah juga jadi pelupa).

Ada pula golongan Koleris Melankolik. Mungkin anda akan kurang suka bergaul 
dengan dia. Bicaranya dingin, kalem, baku, suka mengatur, tak mau kalah dan 
terasa kadang menyakitkan (walaupun sebetulnya ia tak bermaksud begitu). Setiap 
jawaban anda selalu ia kejar sampai mendalam. Sehingga kadang serasa 
diintrogasi, sebab memang ia ingin sempurna, tahu secara lengkap dan agak 
dingin. Menghadapi orang koleris melankolik, anda harus fahami saja sifatnya 
yang memang `begitu' dan tingkatkan kesabaran anda. Yang penting sekarang anda 
tahu, bahwa ia sebetulnya juga baik, namun tampak di permukaan kadang kurang 
simpatik, itu saja.

Lain lagi dengan kaum Phlegmatis Melankolik. Pembawaannya diam, tenang, tapi 
ingat. semua yang anda katakan, akan ia pikirkan, ia analisa. Lalu saat 
mengambil keputusan pastilah keputusannya berdasarkan perenungan yang mendalam 
dan ia pikirkan matang-matang.

Banyak lagi tentunya kombinasi-kombinasi yang ada pada tiap manusia. Akan 
tetapi yang penting adalah bagaimana memanfaatkannya dalam berbagai aktivitas 
hidup kita. Jika suami istri saling mengerti sifat dan watak ini, mereka akan 
cenderung berusaha `memaafkan' pasangannya. Lalu berusaha untuk menyikapinya 
secara bijaksana.

Begitu pula saat menerima calon pegawai. Untuk bidang-bidang yang membutuhkan 
tingkat ketelitian dan keteraturan yang tinggi, jauh lebih baik anda tempatkan 
orang-orang yang melankolik sempurna. Sedang di bagian promosi, iklan, 
resepsionis, MC, humas, wiraniaga, tentu jauh lebih tepat anda tempatkan 
orang-orang sanguinis. Lalu jangan posisikan orang-orang phlegmatis di bagian 
penagihan ataupun penjualan. Hasilnya pasti akan amat mengecewakan.

Begitulah, manusia memang amat beragam. Muncul sedikit tanda tanya, diantara 
semua watak itu, mana yang paling baik? Jawabannya, menurut Florence, tak ada 
yang paling baik. Semuanya baik. Tanpa orangsanguinis, dunia ini akan terasa 
sepi. Tanpa orang melankoli, mungkin tak ada kemajuan di bidang riset, keilmuan 
dan budaya. Tanpa kaum koleris, dunia ini akan berantakan tanpa arah dan 
tujuan. Tanpa sang phlegmatis, tiada orang bijak yang mampu mendamaikan dunia.

Yang penting bukan mana yang terbaik. Sebab kita semua bisa mengasah 
keterampilan kita berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill). Seorang 
yang ahli dalam berurusan dengan orang lain, ia akan mudah beradaptasi dengan 
berbagai watak itu. Ia tahu bagaimana menghadapi sifat pelupa dan watak acaknya 
kaum sanguinis, misalnya dengan memintanya untuk selalu buat rencana dan 
memintanya melakukansegera. Ia jago memanas-manasi (menantang) potensi orang 
koleris mencapai goal-nya, atau `membakar' sang phlegmatis agar segera 
bertindak saat itu juga."Inilah seninya", kata Florence "dalam berinteraksi 
dengan orang lain". Tentu saja awalnya adalah, "Anda dulu yang harus berubah". 
Belajarlah jadi pengamat tingkah laku manusia.(lalu tertawalah)!

Welcome The Problem !

From: [EMAIL PROTECTED]

Masalah memang bisa menghentikan kita untuk sementara waktu.
Tetapi hanya kita lah satu-satunya orang yang bisa menghentikannya secara 
permanen.

Selamat datang masalah. Apakah anda takut berhadapan dengan masalah? Kebanyakan 
orang tidak menyukai masalah dan melakukan apa saja untuk menghindarinya. Kalau 
kita mengerti apa itu masalah, maka sebenarnya tidak perlu kita terlalu 
khawatir. Justru itu menunjukkan bahwa kita memiliki tujuan, memiliki arah yang 
kita inginkan

Setiap kita membuat keputusan, dan merancang apa-apa yang akan kita lakukan 
untuk mencapai tujuan, maka sejak saat itu siap-siaplah untuk selalu menghadapi 
masalah. Itu normal. Pekerjaan kita selanjutnya memang adalah menghadapi dan 
menyelesaikan masalah. Terus saja kita berjalan. Jika tiba-tiba terjadi apa 
yang tidak diinginkan, atau hasil pekerjaaan atau proyek kita ternyata jauh 
berbeda dari apa yang sudah direncanakan, tentu tidak perlu kita mengeluh. 
Segera saja kita kembali ke jalan yang seharusnya. Koreksi sedikit, dan kembali 
melanjutkan perjalanan.

Dalam menghadapi masalah, manusia terbagi tiga. Ada sekelompok orang yang 
hidupnya mengeluh saja terhadap masalah. Awalnya hanya masalah kecil, namun 
karena terus dipelototin dan terus aja dibolak-balik, maka tampaklah masalah 
itu jadi amat besar dan kian menakutkan.

Lalu ada sekelompok orang lagi yang ia bisa menerima masalah itu sebagai sebuah 
"takdir" lalu kemudian ia fokus pada solusi. Mata dan pikirannya tidak lagi 
terus melihat saja kepada masalah itu, tapi bertanya dan mencari tahu, 
bagaimana cara mengatasinya. Pikirannya ia fokuskan pada penyelesaian. Dan 
ajaib sekali otak manusia, biasanya dengan mudah orang ini bisa 
menyelesaikannya.

Sedangkan kelompok yang ketiga adalah manusia-manusia yang tidak hanya bersabar 
dan menerima masalah itu, melainkan ia tetap mensyukurinya sebagai anugerah 
Allah yang ia maknai sebagai "ujian ketrampilan", ujian keimanan, ujian 
kesabaran, ujian kesempurnaan perjalanan ruhaninya, ujian terhadap 
kemanusiaannya. Sehingga dengan demikian, apabila ia berhasil melampauinya, 
maka naik kelas lah ia, makin dekat kepada Tuhan, dan makin hebat 
ketrampilannya, makin sempurna kemanusiaannya.

Mereka-mereka ini tidak melihat masalah sebagai hal yang negatif, melainkan 
melihatnya sebagai jalan dan metoda meningkatkan kemampuan, pengetahuan, 
keahlian dan keimanannya, sehingga naiklah derajatnya baik di mata manusia, 
maupun di hadapan Tuhan Allah. Ia menganggapnya sebagai peluang meningkatkan 
derajat kesempurnaannya. Alhasil, jadilah ia makin sempurna, makin hebat pula 
keahliannya, dan makin tinggi pula ilmunya.

Alkisah ada 2 orang sahabat sedang berbincang-bincang. 
A: "Saya ini adalah orang yang paling disukai Allah."
B: "Apa buktinya?" 
A: "Saya adalah orang yang tidak pernah diberi cobaan oleh Allah".
B: "Justru engkau orang yang paling jauh dari Allah. Sebab orang yang tidak 
pernah diberi cobaan, berarti Allah tidak ingin mengujinya."

Jadi gimana? Apakah anda setuju kalau kita bersikap, "welcome the problem?"

Apakah Anda Pemimpin Yang Hebat?

Sebagian kita adalah pemimpin bagi sebagian yang lain.
Jika anda punya satu orang anggota saja, maka anda adalah seorang pemimpin.

Dalam bukunya yang amat terkenal, Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri 
Anda, John C. Maxwell berkata, "Mengubah pemimpin berarti mengubah organisasi. 
Menumbuhkan pemimpin, menumbuhkan organisasi."

Artinya? Perusahaan atau organisasi tidak akan berubah dan tidak akan berjalan 
ke arah yang dicita-citakan, apabila para pemimpinnya sendiri, di bagian 
apapun, tidak berubah dan tidak tumbuh. Sebuah organisasi tidak bisa tumbuh di 
luar sampai para pemimpinnya sendiri tumbuh di dalam.

Jika seluruh unit kepemimpinan berubah secara positif, maka pertumbuhan 
organisasi atau perusahaan akan terjadi secara otomatis. Pemimpin yang lemah 
sama dengan organisasi yang lemah. Pemimpin yang kuat sama dengan organisasi 
yang kuat. Segala-galanya akan naik atau turun, sesuai dengan kekuatan 
kepemimpinan.

Kita mungkin juga bisa sepakat bahwa perbedaan antara perusahaan yang baik 
dengan perusahaan yang hebat juga adalah kepemimpinan. Apakah Anda bersedia 
jadi pemimpin yang hebat?

Syaratnya, mau berubah ! Apa ada pemimpin yang menolak perubahan? Banyak.! 
Perlawanan terhadap perubahan adalah sesuatu yang universal sifatnya, menyerang 
semua kelas dan budaya. Sekalipun sudah ditunjukkan berbagai fakta kebenaran 
dan bukti nyata, tetap saja banyak pemimpin yang tidak mau mengubah sikap dan 
pikirannya.

Maxwell mengambil sebuah kisah yang amat menarik tentang Henry Ford yang gagal 
memimpin dunia otomotif lantaran ia tidak mau berubah, seperti yang dilukiskan 
dalam biografi Robert Lacy yang laris, Ford: The Man and the Machine. Lacy 
mengatakan Ford adalah orang yang begitu mencintai mobil model T yang 
diciptakannya sehingga ia tidak mau mengubah satu baut pun pada mobil itu. Dia 
bahkan mendepak William Knudsen, karena Knudsen berpikir dia melihat 
kemerosotan Model T.

Itu terjadi tahun 1912, ketika Model T baru berumur empat tahun dan sedang 
berada di puncak popularitasnya. Saat itu Ford baru saja kembali dari 
perjalanan pesiar di Eropa, dan dia pergi ke garasi Highland Park, Michigan, 
dan melihat rancangan baru yang diciptakan Knudsen.

Para montir yang ada disana mencatat bagaimana Ford sesaat menjadi mata gelap. 
Dia memandangi kilatan cat merah pada versi Model T yang rendah yang 
dianggapnya sebagai versi yang buruk dari rancangan Model T yang disayanginya. 
"Ford memasukkan tangan ke dalam sakunya, dan dia berjalan mengelilingi mobil 
tiga atau empat kali," kata para saksi mata menceritakan. "Itu adalah mobil 
empat pintu, dan atapnya diturunkan. Akhirnya, dia pergi ke sisi kiri mobil, 
dan dia mengeluarkan tangannya, memegang pintu, dan gubrak! Dia merenggutkan 
pintu sampai copot! . Bagaimana orang itu melakukannya, saya tidak tahu! Dia 
melompat masuk, dan gubrak! Copot pula pintu lainnya. Hancurlah kaca depan. Dia 
melompat ke jok belakang dan mulai memukuli atap. Dia merobek atap dengan tumit 
sepatunya. Dia menghancurkan mobil sebisa-bisanya."

Knudsen keluar dan pergi ke General Motors. Henry Ford terus memelihara Model 
T. Tetapi perubahan desain dalam model pesaing membuatnya menjadi lebih kuno 
daripada yang diakuinya. Kendati General Motor mengancam akan mendahului Ford, 
sang pencipta tetap menginginkan kehidupan membeku di tempatnya.

Contoh berikut pun cukup menarik. Selama berabad-abad orang percaya bahwa 
Aristoteles benar, dengan teorinya: bahwa semakin berat suatu benda, semakin 
cepat benda itu jatuh ke tanah. Pada waktu itu Aristoteles dipandang sebagai 
pemikir terbesar sepanjang zaman dan karena itu tentu saja dia tidak mungkin 
salah. Padahal yang diperlukan hanyalah seorang yang berani untuk mengambil dua 
buah benda, yang satu berat dan lainnya ringan, lalu menjatuhkannya dari 
ketinggian yang cukup untuk melihat apakah benda yang berat memang jatuh lebih 
dahulu atau tidak. Tetapi saat itu tidak ada orang yang tampil ke depan sampai 
hampir 2000 tahun setelah kematiannya.

Pada tahun 1589, Galileo memanggil para professor yang terpelajar ke landasan 
Menara Miring Pisa. Kemudian dia naik ke puncak dan mendorong jatuh dua buah 
beban, yang satu seberat sepuluh pon dan yang lainnya satu pon. Hasilnya, 
keduanya ternyata mendarat pada saat yang sama!

Apa kata para professor? Karena mereka tetap yakin dengan kekuatan 
kebijaksanaan konvensional yang demikian kokoh bersemayam dalam diri mereka, 
para professor itu tetap menyangkal apa yang mereka lihat. Mereka tetap 
mengatakan bahwa Aristoteles benar, lalu lemparkan Galileo ke penjara dan 
melewatkan sisa hidupnya dalam tahanan rumah.

Pertanyaannya, masih adakah sesuatu yang begitu kuat anda yakini sehingga 
sekalipun sudah berulang kali diperlihatkan fakta-fakta betapa pentingnya kita 
segera berubah, tetap saja Anda tidak mau berubah?

Karena itulah, Howard Hendrick, dalam Teaching to Change Lives mengingatkan: 
Kalau Anda ingin terus memimpin, maka Anda harus berubah. Begitu para pemimpin 
secara pribadi mau berubah dan mulai melakukannya, maka segala sesuatu yang 
berada dalam tanggungjawabnya pasti segera berubah. Para pemimpin adalah motor 
perubahan, dan karena itu ia harus berada di depan untuk menggerakkan perubahan 
dan mendorong pertumbuhan serta menunjukkan jalan untuk mencapainya.

Tapi terkadang ada pula sebagian pemimpin kita yang mungkin berperilaku seperti 
Lucy dalam kartun "Peanuts". Sambil menyandar ke pagar ia berkata pada Charlie 
Brown, "Saya ingin mengubah dunia." Charlie bertanya, "Darimana kamu akan 
memulai?" Lucy menjawab, "Saya akan mulai dengan kamu!"

Para pemimpin yang ada di seluruh bagian perusahaan dimanapun ia berada, harus 
mampu menjadi motor perubahan. "Mereka harus lebih menjadi termostat daripada 
termometer," kata Maxwell, dalam bukunya Mengembangkan Kepemimpinan Di 
Sekeliling Anda.

Apa bedanya? Kedua alat ini memang sama-sama bisa mengukur panas, tapi ada 
bedanya. Termometer bersifat pasif. Ia hanya mencatat suhu lingkungan tetapi 
tidak bisa melakukan apapun untuk mengubah lingkungan. Termostat adalah alat 
yang aktif. Alat ini menentukan akan menjadi apa sebuah lingkungan. Termostat 
mempengaruhi perubahan supaya bisa menciptakan iklim. Pemimpin yang baik, mampu 
menjadi motor perubahan yang menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan 
cita-cita perusahaan.

Perubahan Apa?
John C. Maxwell dalam buku "The Winning Attitude" menggambarkan, "orang berubah 
ketika mereka cukup sakit sehingga harus berubah; cukup belajar sehingga ingin 
berubah; cukup menerima sehingga mereka bisa berubah." Karena itu para pemimpin 
perlu mengenali siapa-siapa saja orang-orangnya yang berada dalam salah satu 
dari tiga tahap ini. Sedangkan para pemimpin puncak akan menciptakan suasana 
yang menyebabkan salah satu dari tiga hal ini terjadi.

Apa yang pertama dan utama sekali perlu diubah oleh para pemimpin, sehingga ia 
mampu menciptakan suasana yang akan mendorong orang lain ikut berubah?

Maxwell, mengajarkan:
Pertama, pemimpin harus mengembangkan kepercayaan dengan orang lain. Kalau 
anggota tim percaya kepada pemimpin, itu sudah lumayan hebat. Akan tetapi jauh 
lebih hebat lagi jika justru pemimpin yang percaya kepada para anggotanya. Bila 
ini benar-benar terjadi, kepercayaan adalah hasilnya, maka semua pun akan 
mengikuti. Abraham Lincoln berkata, "Kalau Anda ingin merebut hati seseorang 
agar mendukung perjuangan anda, mula-mula yakinkan dia bahwa anda sahabatnya 
yang sejati. Lalu selidikilah apa yang ingin dicapainya." Ujian praktis bagi 
seorang pemimpin adalah pertanyaan, "Bagaimana hubungan Anda dengan para 
pengikut Anda?" Kalau hubungannya positif, maka pemimpin itu telah siap untuk 
mengambil langkah-langkah berikutnya.

Kedua, pemimpin harus membuat perubahan pribadi pada dirinya sendiri, sebelum 
meminta orang lain berubah. Para pemimpin sukses bukan hanya mengatakan apa 
yang harus dilakukan, mereka memperlihatkannya! Orang meniru apa yang mereka 
lihat dari sang pemimpin. Apa yang dihargainya akan dihargai pula oleh anak 
buahnya. Tujuan pemimpin menjadi tujuan mereka. Lee Iacocca berkata, "Kecepatan 
bos adalah kecepatan tim." Kita perlu ingat bahwa kalau orang mengikuti kita, 
mereka hanya bisa pergi sejauh kita pergi. Kalau pertumbuhan kita berhenti, 
kemampuan kita untuk memimpin pun akan berhenti. Karena itu mulailah belajar 
dan tumbuh sejak hari ini, maka lihatlah mereka yang ada di sekeliling anda, 
mereka pun ternyata tumbuh dan berubah. Ambil contoh saja, mulailah 
menghilangkan sikap takut mengatakan hal-hal yang tidak ingin didengar oleh 
atasan anda. Sebagai pemimpin anda harus melaporkan dan menyampaikan apa yang 
perlu anda laporkan, bukan apa yang sebaiknya dilaporkan. Lalu rangsanglah 
anggota organisasi anda untuk berani pula menyampaikan apa yang perlu anda 
dengar, bukan apa yang ingin anda dengar.

Ketiga, perlihatkan kepada tim anda bagaimana perubahan itu sebenarnya akan 
sangat menguntungkan bagi mereka. Sebab perubahan yang sedang kita lakukan saat 
ini adalah jalan terbaik bagi seluruh pihak,demi masa depan semua orang, bukan 
bagi anda sebagai pimpinannya. Kepentingan orang banyak itulah yang harus 
didahulukan.

Keempat, beri mereka andil kepemilikan atas perubahan itu. Kalau orang kurang 
ikut memiliki suatu gagasan, mereka biasanya menentangnya, bahkan seandainya 
pun gagasan itu sebetulnya untuk kepentingan mereka yang terbaik! Pemimpin yang 
bijaksana memungkinkan pengikut bisa memberikan masukan dan menjadi bagian dari 
proses perubahan. Tanpa rasa memiliki ini, perubahan hanya akan berjangka 
pendek. Mengubah kebiasaan dan cara berpikir orang banyak seperti menulis 
perintah di atas salju dalam badai. Setiap duapuluh menit perintah harus 
ditulis kembali, kecuali kalau kepemilikan diberikan bersama dengan perintah.

Karena itu, kata Trusell dalam Helping Employees Cope with Change: A Manager's 
GuideBook, "Tunjukkan kepada orang lain bagaimana perubahan akan menguntungkan 
mereka. Mintalah mereka untuk berperan serta dalam semua tahap proses 
perubahan. Bersikaplah lentur, terbuka dan bisa menyesuaikan diri sepanjang 
proses perubahan. Akuilah kesalahan dan buatlah perubahan kalau sesuai dengan 
keadaan. Doronglah setiap anggota tim untuk membicarakan perubahan. Mintalah 
pertanyaan, komentar dan umpan balik mereka. Tunjukkan keyakinan anda atas 
kemampuan mereka untuk melaksanakan perubahan. Akhirnya jangan lupa berilah 
selalu antusiasme, bantuan, penghargaan, dan pengakuan kepada mereka yang 
melaksanakan perubahan.

4 Prinsip Membangun Sistem

Definisi & Fungsi

Soal membangun sistem ini kerapkali menjadi topik utama dalam
pembicaraan tentang organisasi. Orang sering membicarakannya tak hanya
di forum resmi, seperti seminar, internal meeting, training, workshop,
dan seterusnya. Tetapi juga di tempat-tempat di mana ada pertemuan atau
perjumpaan bisa dilakukan. Mungkin seperti di pinggir jalan, di tempat
makan, atau di kawasan toilet. Dimanapun dibahas, intinya sama:
membangun sistem ini merupakan persoalan vital dalam organisasi.

Kalau merujuk pada pengertian dasarnya, membangun sistem berarti
membentuk interaksi secara reguler atau mengusahakan
kesaling-bergantungan antargroup atau item supaya menjadi kesatuan yang
menyeluruh untuk bekerja mewujudkan tujuan yang diinginkan. Sistem kerja
di organisasi itu sama seperti sistem yang bekerja pada mesin kendaraan.
Agar kendaraan bisa bekerja sesuai dengan yang kita inginkan, sistem
harus aktif. Jika ada salah satu item atau elemen yang tidak
bekerja-menyatu pada sistem, pasti kendaraan itu jalannya tidak seperti
yang kita inginkan. Pasti akan terasa "there is something less or
wrong".

Ketika konteksnya adalah organisasi manusia, maka sistem di sini punya
fungsi antara lain:

1. Membentuk perilaku individu dalam organisasi

Perilaku individu tak cukup dibentuk dengan pengetahuan. Seandainya itu
cukup, pasti semua individu dalam perusahaan akan berperilaku sama.
Mengapa? Karena semua orang (kecuali sebagian kecil) sudah tahu apa yang
baik, apa yang benar dan apa yang bermanfaat untuk dilakukan. Tetapi
prakteknya tidak begitu. Artinya, diperlukan sistem yang bekerja untuk
membantu individu menjalankan apa yang sudah diketahuinya supaya sejalan
dengan visi-misi organisasi.

2. Membentuk standar kualitas operasi organisasi

Kita pasti sepakat bahwa pelaku usaha di dunia ini sudah tahu kalau
keuntungan / profit itu dihasilkan dari benefit yang diberikan kepada
pelanggan atau pembeli. Agar benefit yang diberikan itu berkualitas,
tidak asal-asalan apalagi merugikan, dibutuhkan sistem kerja yang sudah
terstandar. Lemahnya sistem kerap membuat suatu usaha itu tidak sanggup
memberikan benefit kepada pelanggan, meski semua orang di situ sudah
tahu kalau profit itu didatangkan dari benefit. Sistem di sini berfungsi
untuk men-stadar-kan benefit yang harus diberikan kepada pelanggan atau
pembeli berdasarkan kualifikasinya masing-masing.

3. Menentukan standar kualitas orang.

Ketika saya masih bekerja di perusahaan pariwisata dulu, kerap saya
mendengar penilaian umum yang diberikan kepada orang-orang tertentu yang
keluar dari perusahaan tertentu. Mereka menilai, orang-orang yang sudah
pernah bekerja di perusahaan A beberapa tahun dianggap sudah menguasai
sekian keahlian. Dengan begitu, harganya mahal kalau pengalamannya
digunakan untuk bekerja di tempat lain. Artinya, karena perusahaan A ini
punya sistem yang sudah lebih bagus dari yang lain, sehingga orang-orang
yang bekerja di situ tak hanya mendapatkan imbalan uang semata, tetapi
juga mendapatkan standar kualitas tertentu yang berharga. Di sini,
organisasi memainkan sedikitnya dua hal: a) menjadi lahan untuk mencari
uang, dan b) menjadi lahan pendidikan (self-education). Fakta ini juga
dapat kita jumpai pada sekolah atau lembaga tertentu. Yang membuat
sekolah itu beda dalam penilaian orang lain terkadang bukan materi
pelajarannya tetapi sistem yang diterapkan di sekolah itu.

Ketiga hal di atas barulah sebatas sebagian dari sekian fungsi sistem
dalam organisasi. Intinya, memiliki sistem kerja yang bekerja (the
system that works) adalah dambaan bagi semua pemimpin organisasi.

Empat Prinsip

Ketika saya katakan prinsip berarti ini bukan strategi yang bisa
dipilih antara: dijalankan atau diabaikan. Prinsip hanya menyediakan
satu pilihan yang terangkum dalam Hukum Sebab-Akibat. Kalau kita memilih
menjalankan, akibatnya adalah mendapatkan (hasil, pahala, dst). Kalau
kita memilih mengabaikan, akibatnya adalah tidak mendapatkan. Cuma itu
pilihannya. Tak ada tawar menawar atau pilihan. Prinsip adalah
terjemahan dari hukum-hukum Tuhan yang sudah baku di dunia ini. Bahasa
atau istilah untuk menyebutnya bisa bermacam-macam, tetapi esensinya
tetap itu-itu juga.

Dari sekian seminar atau diskusi yang saya hadiri, entah dengan para
pengamat, pakar SDM atau praktisi SDM, saya ingin memilih
istilah-istilah tertentu untuk sekedar menjelaskan hukum Tuhan di atas.
Pemilihan istilah itu saya maksudkan: a) hanya untuk sekedar mudah
diingat saja, dan b) referensi bagi siapapun yang berkepentingan untuk
menciptakan budaya, menciptakan sisitem dalam sebuah organisasi apapun.
Istilah-istilah yang saya katakan prinsip itu adalah:

1. Komitmen.

Komitmen yang saya maksudkan di sini adalah bentuk nyata dari sebuah
kesungguhan, dari mulai level menggagas sampai level menjalankan, from
the world of word to the world of action, dari konsep ke praktek.
Sebagus apapun desain rencana atau strategi yang kita rumuskan untuk
membangun sistem, akan sia-sia kalau komitmen ini hilang. Anda bisa
mengganti istilah yang saya pilih ini menjadi apa saja, tetapi ketika
bicara membangun sistem, tak mungkin Anda bisa menghilangkan esensi
kalimat kesungguhan di sini. Kesungguhan yang dibuktikan oleh atasan
akan menjadi teladan bagi yang lain. Teladan bukan salah satu cara
mendidikan orang tetapi satu-satunya. Kesungguhan yang dilakukan oleh
bawahan akan memperkuat komitmen atasan. Kesungguhan yang dijalankan
oleh atasan dan bawahan akan membentuk sistem.

2. Kelayakan untuk dipercaya (credibility).

Untuk membangun sistem dibutuhkan kehadiran orang yang kredibel menurut
sistem yang dibangunnya. Membangun sistem kerja dibutuhkan orang yang
ahli di bidang itu. Membangun sistem usaha dibutuhkan orang yang ahli di
bidang itu. Membangun sistem keluarga dibutuhkan orang yang ahli atau
tahu banyak dan punya pengalaman banyak di bidang itu. Sepertinya tidak
ada sebuah sistem yang berhasil dibangun oleh orang yang memang kurang
kredibel.

Kredibilitas yang saya maksudkan di sini bukan saja kredibel dalam hal
keahlian profesional saja, tetapi juga kredibel dalam pengertian
kekuatan moral-spiritual, seperti misalnya kejujuran, ke-amanah-an,
ketaatan, dan lain-lain. Abraham Lincoln berkesimpulan, tak ada yang
bisa dibangun di atas pondasi pelanggaran. Bahkan, seperti yang
dibuktikan praktek hidup, kalau pun ada, itu sifatnya hanya sementara,
bagai busa yang cepat menghilang. Meminjam istilah Ronggowarsito,
biarpun kelihatannya bejo (safe), tetapi akan berakhir dengan celoko
atau molo (danger and damage).

3. Komunikasi

Membangun sistem juga membutuhkan kemampuan berkomunikasi. Komunikasi
yang saya maksudkan di sini adalah menyampaikan pesan kepada orang lain
(the meaning) tentang ide-ide yang menyangkut sistem itu. Adapun
tehniknya bisa bermacem-macam, tergantung yang kita pilih, tergantung
keadaan, atau tergantung lingkungan. Dalam organisasi, tak mungkin ada
orang yang sanggup membangun sistem sendirian. Dan lagi, yang namanya
sistem itu pasti menyangkut orang lain. Hubungan kita dengan orang lain
menjadi aktif karena komunikasi, entah dalam bentuk apapun.

4. Kecerdasan

Prinsip terakhir adalah kecerdasan. Membangun sistem membutuhkan
kecerdasan. Meminjam pengertian yang dimunculkan oleh Howard Gardner
dalam "Multiple Intelligence", kecerdasan di sini berarti kemampuan
memecahkan masalah di lapangan dengan cara-cara, tehnik-tehnik, atau
strategi-strategi yang selalu lebih baik. Ini berarti mencakup
kreativitas, menambah pengetahuan, menambah keahlian, kesadaran
menghilangkan kebodohan, kesadaran mengurangi kelemahan, belajar tentang
bagaimana belajar, dan lain-lain.

Mengapa kecerdasan juga prinsip? Salah satau alasannya adalah, tidak ada
orang yang langsung punya komitmen kuat, tidak ada orang yang langsung
punya kredibilitas tinggi, tidak ada orang yang punya kemampuan
komunikasi yang canggih, dan juga, tidak ada sistem yang langsung solid
begitu hendak dibangun. Semua itu, menurut Hukum Tuhannya diperoleh
dengan cara mengasah kecerdasan. Kata Ratu Elizabeth (secara simbolik):
"Butuh tetesan keringan (sweat), butuh tetesan air mata (tears), dan
butuh tetesan darah (blood)."

Masalah di lapangan

Berdasarkan keempat prinsip di atas, ada beberapa masalah yang kerap
kita jumpai di lapangan. Masalah inilah yang sering mengakibatkan usaha
kita untuk membangun sistem gagal di tengah jalan. Masalah itu pasti
banyak dan sebagiannya kira-kira bisa kita ambil contoh seperti berikut
ini:

1. Hanya pernyataan belaka.

Semua pemimpin dan anggota organisasi berkepentingan untuk membangun
sistem. Tetapi kepentingan untuk membangun ini baru diwujudkan ke dalam
apa yang saya sebut dengan pernyataan. Misalnya saja: pernyataan mulut,
pernyataan tulisan (konsep, rencana, pokok-pokok pikiran, dst),
penyataan keinginan (harapan, himbauan, hasrat, kritik, dst).

Semua orang akan sepakat dengan saya bahwa pernyataan seperti di atas
tidak bisa diandalkan untuk membangun sistem. Benar, bahwa membangun
sistem perlu diawali dengan rumusan yang matang tetapi sejauh apapun
rumusan itu dibuat, tetap saja harus diakhir dengan pembuktian (action)
sebagai awal dari proses menuju realisasi.

2. Lemah Karakter

Lemahnya karakter moral dan mental yang kita miliki, akan menjadi
masalah sendiri. Seperti yang sudah kita bahas di muka, membangun sistem
membutuhkan kepercayaan dari orang lain. Agar orang lain bisa trust,
dibutuhkan kredibilitas. Kredibilitas ini tentu tidak bisa didapatkan
dari khayalan. Kredibilitas moral didapatkan dari usaha kita untuk
memperkuat karakter moral. Kredibilitas profesional didapatkan dari
usaha kita untuk memperkuat karakter mental (kemauan menambah
pengetahuan, pengalaman, dan keahlian).

Dari dua karakter inilah yang kemudian menyebar ke power, posisi,
kepemilikan, reward, dan lain-lain. Bahkan kalau dilihat dari praktek
hidup, keduanya tidak bisa dipisahkan. Jika seseorang hanya ahli saja
tetapi moralnya rusak atau minus, kepercayaan orang lain masih kurang.
Sebaliknya, jika seseorang hanya bermoral saja, soleh saja, atau baik
saja, tetapi keahliannya minus atau rendah, kepercayaan orang lain juga
masih kurang.

3. Me-mekanis-kan hubungan

Seperti yang sudah kita bahas di muka, membangun sistem butuh komunikasi
dengan manusia lain dalam pengertian yang luas. Atau bisa dipendekkan
dengan istilah menjalin hubungan. Ketika konteksnya adalah membangun
sistem, hubungan manusia ini tidak bisa di-mekanis-kan seperti kita
menjalin hubungan dengan mesin. Mesin itu, apapun namanya, hanya punya
dua kendali prinsip: on dan off (diaktifkan atau dimatikan). Artinya
tidak ada mesin yang punya inisiatif sendiri untuk mengaktifkan dirinya
atau mematikan dirinya.

Ini akan berbeda dua ratus derajat dengan manusia. Manusia bisa
di-on-kan oleh perintah dan bisa di-off-kan dengan larangan tetapi juga
punya inisitif, kepentingan dan punya keadaan spesifik yang sifatnya
"sendiri". Karena itu, tidak bisa kita mengajak orang lain untuk
terlibat dalam usaha membangun sistem dengan menggunakan pendekatan
seperti kita memperlakukan mesin. Artinya, dibutuhkan berbagai macam
strategi, tehnis, cara atau metode untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Tidak hanya one-off atau one on-off.

4. Salah memahami problem

What is the problem? Menurut definisi yang sudah dibakukan oleh teori
manajemen, problem adalah penyimpangan yang muncul (deviasi). Dalam
teori, pasti tidak ada orang yang tidak tahu atau tidak ada orang yang
tidak bisa memehamai definisi itu. Semua orang akan tahu dan bisa
dipahamkan tentang what is the problem.

Tetapi akan lain ketika kita bicara bagaimana problem itu dipahami dalam
praktek. Gagalnya proses membangun sistem karena kurang bisa memahami
definisi problem dalam praktek. Seperti apakah problem itu harus
dipahami dalam praktek? Problem adalah penyimpangan dan penyimpangan
yang muncul adalah akibat dari usaha, melakukan sesuatu atau menjalani
proses pembuktian. Begitu penyimpangan muncul, timbullah tanda tanya.
Tanda tanya inilah yang mendorong kita untuk menemukan solusi. Solusi
yang kita temukan berdasarkan problem inilah yang menghasilkan perbaikan
demi perbaikan.

Belajar dari pengalaman para pengusaha yang pernah diwawancarai oeh
Harvard Business School, problem dalam pengertian seperti di atas akan
sangat berguna dalam proses pengambilan keputusan usaha atau bisnis.
Dengan mengacu pada problem ini, maka keputusan dan solusi menjadi tepat
sasaran atau sesuai dengan kebutuhan keadaan. Di sinilah kecerdasan kita
akan terasah berdasarkan keadaan kita, bukan keadaan orang lain atau
organisasi lain.

Kebanyakan kita belum melakukan sesuatu secara optimal, tiba-tiba merasa
punya problem. Itupun terkesan "didramatisir" seolah-olah problem itu
sebesar gunung akan meletus atau sepanjang Tembok Cina yang tak mungkin
ditembus. Berdasarkan praduga perasaan ini, kita lantas mendatangkan
solusi dengan cara: menambah fasilitas, menciptakan kondisi, menciptakan
lingkungan (environment-ing), membuat peraturan yang aneh-aneh
(en-ruling), dan lain-lain. Akhirnya, banyak fasilitas yang tidak
terpakai, banyak peraturan yang berubah menjadi dokumen lusuh, dan
kecerdasan kita tidak terlatih secara bertahap.

Saya yakin bahwa hukum bermain musik yang sudah dibuktikan para musisi
besar di dunia ini juga berlaku untuk semua hal, termasuk dalam hal
membangun sistem usaha. Hukum itu mengatakan, the best technique is
always not in the book. Not in the book maksudnya adalah akan ditemukan
oleh Anda dari usaha Anda dalam melakukan sesuatu untuk mengatasi
problem atau melakukan sesuatu untuk berkreasi (to create something).
Selama tidak ada yang kita lakukan, problem itu bukan problem tetapi
merasa punya problem atau kita yang ber-problem.

Membimbing Bawahan

(Zainun Mu'tadin, SPsi., MSi.)

Dalam bekerja, hampir setiap orang mendambakan memperoleh jabatan yang
tinggi. Namun demikian seringkali dijumpai seseorang yang mendapat
promosi kenaikan jabatan/pangkat tidak siap dengan jabatan baru tersebut
sehingga kinerjanya menjadi turun dan bahkan lebih buruk daripada ketika
ia masih menjadi pegawai biasa. Permasalahan yang seringkali dialami
para supervisor/manager baru tersebut bukanlah terletak pada kemampuan
teknis dalam mengerjakan tugas di lapangan  tetapi lebih pada kemampuan
managerial untuk membangun semangat kerja para bawahannya. Artinya para
supervisor/manager baru tersebut banyak yang  tidak siap ketika
diberikan tanggungjawab membimbing, melatih, memotivasi dan menilai
kinerja para bawahannya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, apa saja yang harus
diperhatikan oleh supervisor/manager dalam membangun semangat kerja
bawahannya. Beberapa hal di bawah ini mungkin dapat dijadikan
pertimbangan jika anda kebetulan adalah seorang supervisor atau manager.

1. Jadilah Pendengar yang Baik

Carl Rogers, seorang pakar di bidang psikologi, pernah berkata bahwa
penghalang yang terbesar untuk melakukan komunikasi pribadi adalah
ketidaksanggupan seseorang untuk mendengarkan dengan baik, dengan penuh
pengertian dan perhatian kepada orang lain. Jika anda diberi tugas untuk
membimbing dan melatih seseorang maka hal ini merupakan salah satu hal
terpenting yang harus diingat. Ketika anda sedang berbicara dengan
bawahan anda jagalah agar anda tidak terlalu banyak bicara, melainkan
lebih banyak mendengarkan keluhan dan masukan dari bawahan anda.

Kesediaan untuk mendengar akan memberi kesempatan kepada bawahan untuk
mengutarakan keinginan dan pendapatnya. Dengan mendengar  berarti anda
memperhatikannya, anda mempunyai suatu perhatian yang konstruktif
mengenai masalah yang dihadapi olehnya, dimana mungkin anda selaku
atasan mempunyai alternatif solusi yang dibutuhkan orang tersebut.
Dengan demikian akan tercipta rasa aman dan nyaman sehingga bawahan
anda  lebih mau terbuka terhadap saran-saran yang diberikan. Selain itu
mendengarkan seseorang yang secara bebas berbicara tentang dirinya
sendiri merupakan jalan terbaik untuk mengenal lebih jauh siapa lawan
bicara kita tersebut. Meskipun demikian mendengarkan tidaklah selalu
berarti bahwa anda percaya terhadap segala yang anda dengar. Tentu saja
untuk dapat menjadi pendengar yang baik dibutuhkan kesabaran dan
kerendahan hati.

2. Kenali Pekerjaan yang Dilakukan

Kita sering melakukan kesalahan dalam menginterpretasi dan menilai
hasil kerja seseorang sebagai akibat dari suatu pandangan dan
pengetahuan yang dangkal sekali tentang pekerjaan orang tersebut.
Seringkali kita menjumpai seorang atasan yang mengharapkan bawahannya
melakukan sesuatu yang sebenarnya bukan merupakan kapasitasnya. Jika
mengambil perumpamaan hal tersebut adalah ibarat mengharapkan pohon
mangga menghasilkan buah durian. Mustahil bukan? Akibatnya tidak sedikit
bawahan yang menjadi frustrasi dan bahkan tidak "respect" terhadap
atasan karena atasan demikian dinilai tidak tahu apa pekerjaan
bawahannya sebenarnya (padahal ia seharusnya tahu).

Jika anda adalah seorang atasan maka sudah seharusnya anda mengetahui
apa yang wajib dan baik untuk dikerjakan atau diselesaikan bawahan
anda.  Anda juga harus dapat mengetahui secara pasti apakah bawahan anda
mengerjakan tugas dengan suatu cara atau jalan yang aman yang dapat
diterima oleh perusahaan. Jika ternyata bawahan anda dapat menyelesaikan
tugas-tugas dengan cara-cara yang dapat diterima tetapi tidak sesuai
dengan cara anda, maka sedapat mungkin biarlah ia menggunakan cara
tersebut. Jangan cepat-cepat mengkritik atau pun memaksanya untuk
melakukan menurut cara anda. Sebaliknya jika ia ternyata tidak dapat
menyelesaikan tugasnya, maka anda perlu melakukan suatu perubahan.
Langkah awal dalam melakukan perubahan tersebut adalah dengan membuat
suatu persetujuan antara anda dan bawahan mengenai hal-hal yang mendasar
dari pekerjaan tersebut.

3. Kenali Bawahan Anda

Sebagai atasan, anda harus mengetahui kesanggupan dan bakat-bakat anak
buah anda dan menolong mereka untuk menggunakan kemampuannya untuk
disalurkan dalam pekerjaan.  Anda juga dituntut untuk mendorong
usaha-usaha perbaikan diri bawahan, mengerti kebutuhan dan keinginan
mereka, dsb. Sebagai contoh: anda harus dapat membedakan apakah bawahan
anda lebih tertarik pada kesempatan dan tantangan karir atau pada materi
seperti uang atau lebih pada status. Jika anda dapat mengindentifikasi
hal ini maka akan lebih mudah bagi anda untuk mengarahkan dan memotivasi
bawahan anda.

Anda sudah semestinya anda mengenal bawahan anda, jika tidak secara
pribadi sekurang-kurangnya anda mengenali karakter-karakter penting yang
berguna bagi produktivitas bawahan tersebut. Beberapa supervisor/manajer
merasa takut untuk mengenal lebih dekat bawahannya, karena dengan
kedekatannya itu maka mereka akan menjadi terlalu lunak dan salah dalam
menilai prestasi bawahan. Pendapat semacam itu sebenarnya merupakan
suatu kekeliruan, karena mengenali seseorang dan menghargai kepribadian
serta keunikan yang dimilikinya tidaklah berarti bahwa anda tidak
menuntut ia untuk bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai dengan aturan
yang berlaku.

4. Kenali Perlombaan yang Ingin Anda Lakukan

Sebagai pejabat baru dan masih berada dalam semangat yang
menyala-nyala untuk mendorong dan memotivasi bawahan anda, anda mungkin
terus memacu bawahan anda untuk melakukan sesuatu, yang sesungguhnya
tidak terlalu signifikan. Hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar
karena anda mungkin masih dalam tahap ingin menunjukkan jati diri
sebagai atasan yang pantas menduduki jabatan tersebut. Namun demikian
kondisi ini harus benar-benar diwaspadai mengingat bahwa tidak ada
seorangpun bawahan yang mampu bekerja dalam kondisi yang tetap maksimal
setiap hari. Jadi janganlah anda terus-menerus berteriak "awas ada
macan", sampai anak buah anda kelelahan dan akhirnya ketika "macan" yang
sesungguhnya tiba anak buah anda sudah kehabisan tenaga dan tidak
memiliki semangat lagi.

Selain itu bawahan anda mungkin akan merasa bosan dan jengkel karena
dorongan-dorongan anda untuk bekerja lebih giat dan bersemangat,
sementara mereka mengetahui bahwa pekerjaan yang dikerjakan tersebut
tidak begitu penting. Contoh: anda memberikan tugas atau proyek khusus
kepada bawahan anda tanpa ada kejelasan apa tindak lanjutnya, kapan
diaplikasikan dan tidak ada target pasar yang jelas, sementara bawahan
anda tersebut masih harus mengerjakan tugas-tugas rutin yang sudah
snagat jelas manfaatnya bagi perusahaan. Oleh karena itu amat sangat
penting bagi anda selaku atasan untuk dapat menentukan prioritas
pekerjaan yang harus dilakukan, sehingga tidak ada kegiatan yang
terlihat "mubazir" dan hanya sekedar membuat bawahan anda terlihat
sibuk. Tanpa kemampuan untuk menentukan hal ini maka bawahan anda akan
cenderung tidak tidak bisa membedakan antara suatu pekerjaan yang urgent
dengan yang rutin karena setiap hari mereka selalu dikejar-kejar.

5. Gunakan Peristiwa-Peristiwa Khusus

Dalam aktivitas kerja selalu saja ada kejadian-kejadian atau
peristiwa-peristiwa khusus yang dapat dijadikan bahan atau contoh untuk
membangun semangat kerja bawahan anda. Contoh: Keberhasilan divisi anda
dalam memenangkan suatu proyek atau keberhasilan divisi dalam memangkas
biaya produksi atau pun penghargaan yang diberikan oleh media massa
(masyarakat) kepada teamwork anda. Sebaliknya ada juga
peristiwa-peristiwa dimana anda dan bawahan anda mungkin mengalami
kegagalan. Gunakan keberhasilan ataupun kegagalan tersebut sebagai bahan
pembelajaran. Tunjukkan kepada bawahan anda faktor-faktor apa saja yang
membuat divisi anda meraih sukses. Dan tunjukkan juga faktor-faktor atau
perilaku apa saja yang menyebabkan divisi anda mengalami kegagalan.
Dalam menyikapi kegagalan, carilah alternatif solusi secara
bersama-sama, usahakan banyak ide-ide yang dapat diutarakan, dan jangan
sekali-kali mematahkan semangat bawahan anda sebab bila ia patah
semangat maka banyak hal yang tidak akan tercapai. Sebagai atasan, anda
harus jeli memanfaatkan peristiwa yang ada untuk  mengarahkan bawahan
dalam memahami dan menghadapi fakta atau realitas dalam pekerjaan
sehari-hari.

6. Berikan Kesempatan

Kesalahan-kesalahan yang dilakukan bawahan dalam bekerja jarang sekali
berakibat fatal. Artinya dari kesekian banyak kesalahan yang mungkin
dilakukan masih terdapat peluang untuk diperbaiki dan diberikan
kesempatan untuk berubah. Oleh karena itu, janganlah semata-mata
memberikan hukuman kepada bawahan yang kebetulan melakukan kesalahan,
tapi tolonglah dia dan berikan kesempatan kedua untuk memperbaiki
dirinya.

Jika anda memang sudah menyerah terhadap kemungkinan perbaikan dari
seorang bawahan, yaitu jika anda merasa bahwa pekerjaannya sangat tidak
memuaskan dan dia tidak mungkin lagi dapat memaksimalkan pekerjaan
tersebut (meski sudah dilakukan bimbingan dan pelatihan), janganlah
berpura-pura menolongnya dan hentikanlah usaha-usaha melakukan kritik
yang konstruktif, karena semua itu  tidak akan berguna lagi. Katakanlah
kepadanya dengan terus terang bahwa pekerjaan yang dia lakukan tidak
berhasil. Kemudian sarankan suatu mutasi ke bidang lain yang lebih
sesuai, jika hal itu memungkinkan, atau berhentikan orang tersebut
melalui prosedur yang berlaku.

8. Delegasikan Tanggungjawab

Salah satu hal penting dari sifat-sifat seorang atasan adalah
bagaimana ia dapat mendelegasikan atau mewakilkan tanggungjawab dan
wewenang kepada bawahannya. Seorang atasan yang buruk tidak akan pernah
mau dan mampu mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang kepada
bawahannya. Sebaliknya atasan yang lemah akan terlalu mudah
mendelegasikan tanpa adanya pengawasan atau kontrol yang cukup.
Sementara itu jika anda ingin menjadi atasan yang  yang baik maka
delegasikan tanggung jawab dan wewenang anda dengan suatu catatan atau
agenda yang memuat waktu penyelesaian pekerjaan tersebut. Mintalah
laporan perkembangan pekerjaan pada waktu-waktu tertentu dan lakukan
tindakan-tindakan yang positif jika permasalahan muncul atau terjadi.

9. Patuhi Batas-batas Peran Anda

Sebagai atasan anda harus menyadari benar kemampuan anda, anda tidak
dapat mengubah semua hal sesuai dengan keinginan anda. Anda harus
menyadari bahwa anda bukanlah dokter bedah otak, yang dapat mengoperasi
setiap orang sesuka hati anda, anda juga bukanlah pendeta/kiai bagi
bawahan anda dan anda juga bukan ahli psikologi yang dapat menyembuhkan
berbagai masalah psikologisnya. Ingatlah bahwasanya ada tiga jalan yang
fundamental untuk mengubah seseorang: yaitu tobat keagamaan, psikoterapi
dan operasi otak. Anda adalah seorang pemimpin, janganlah memaksakan
diri untuk melakukan ketiga hal tersebut. Salah-salah anda akan menjadi
korbannya.

Selain beberapa hal diatas pasti masih banyak cara untuk meningkatkan
kemampuan managerial anda dalam meningkatkan kinerja para bawahan anda.
Dengan tulisan ini kami berharap bahwa hal-hal diatas dapat memperkaya
wawasan anda sehingga lebih percaya diri dalam membimbing bawahan anda.