Bab 5- Kesimpulan-Implikasi & Saran

A. Kesimpulan

Sikap guru pada proses pembelajaran cenderung mempengaruhi perilaku guru pada saat melakukan aktivitas pembelajaran. Kondisi guru akan pula mempengaruhi perilaku murid dalam belajar. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan sikap guru pada proses pembelajaran, hubungan antara persepsi guru terhadap lingkungan kerja dengan sikap guru pada proses pembelajaran , dan hubungan secara bersama–sama antara persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan lingkungan kerja dengan sikap guru pada proses pembelajaran. Kedua variabel tersebut diduga mempunyai hubungan yang berarti dengan sikap guru pada proses pembelajaran. Hasil analisis data menunjukkan sebagai berikut :

1. Gambaran umum hasil penelitian

a. Skor persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah menyebar dari 36 sampai 111. Skor minimal dan skor maksimal untuk variabel ini adalah 24 sampai dengan 120. Skor rata–rata keseluruhan adalah 91,38, Hal ini berarti bahwa persepsi guru SMU Negeri Kabupaten Kuningan terhadap kepemimpinan kepala sekolahnya cukup baik.

b. Skor persepsi guru terhadap lingkungan kerja sekolah menyebar dari 71 sampai dengan 118. Skor minimal dan skor maksimal untuk variabel ini berkisar antara 32 sampai dengan 160. Skor rata–rata keseluruhan adalah 94,07. Hal ini berarti bahwa persepsi guru SMU Negeri Kabupaten Kuningan terhadap lingkungan kerja cukup baik.

c. Skor sikap guru pada proses pembelajaran menyebar dari 82 sampai dengan 118. Skor minimal dan skor maksimal untuk variabel ini adalah 32 sampai dengan 160. Skor rata – rata keseluruhan adalah 98,47. Hal ini berarti bahwa sikap guru SMU Negeri Kabupaten Kuningan terhadap pengajaran cukup baik.

2. Hasil Pengujian Hipotesis

a. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang berarti antara persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan sikap guru pada proses pembelajaran di SMU Negeri Kabupaten Kuningan pada taraf kepercayaan 95%. Hasil perhitungan secara parsial juga menunjukkan hubungan positif antara persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dengan sikap guru pada proses pembelajaran bila lingkungan kerja dianggap konstan. Sumbangan efektif kepemimpinan kepala sekolah pada sikap guru terhadap pengajaran sebesar 22,90 %. Ini berarti bahwa sikap guru pada proses pembelajaran sebesasr 22,90 % turut dibentuk / ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah.

b. Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukan bahwa persepsi guru terhadap lingkungan kerja sekolah juga mempunyai hubungan positif yang berarti dengan sikap guru pada proses pembelajaran SMU Negeri Kabupaten Kuningan pada taraf kepercayaan 95%. Perhitungan secara parsial menunjukkan adanya hubungan positif antara persepsi guru terhadap lingkungan kerja sekolah dengan sikap guru pada proses pembelajaran bila kepemimpinan kepala sekolah dianggap konstan. Kenyataan ini menunjukan, bahwa lingkungan kerja sekolah banyak dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah. Sumbangan efektif lingkungan kerja terhadap pembentukan sikap guru pada proses pembelajaran adalah 11,76 %. Ini menunjukan bahwa sikap guru terhadap pengajaran 11,76 % turut dibentuk oleh lingkungan kerja sekolah.

c. Pengujian hipotesis ketiga menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang berarti antara persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan lingkungan kerja secara bersama-sama dengan sikap guru pada proses pembelajaran di SMU Negeri Kabupaten Kuningan pada taraf kepercayaan 95 %. Sumbangan efektif persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan lingkungan kerja secara bersama–sama terhadap sikap guru pada proses pembelajaran sebanyak 23,59 %.

B. Saran

Beberapa saran dapat dijadikan bahan pertimbangan sehubungan dengan hasil penelitian, yaitu sebagai berikut :

1. Saran untuk Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan

Dalam upaya memecahkan persoalan rendahnya kualitas pendidikan yang merata disetiap jenjang pendidikan pada dewasa ini, maka peran Dinas Pendidikan yang membawahi dan menangani urusan pendidikan hendaknya dapat mempertimbangkan hal-hal berikut ini :

a. Meningkatkan kepedulian dan perhatian Dinas Pendidikan terhadap kepala sekolah, terutama menyangkut hal-hal yang erat kaitannya dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin pada lembaga sekolah yang dipimpinnya.

b. Melaksanakan program pembinaan yang terus menerus disertai monotoring dan evaluasi program pembinaan kepada semua kepala sekolah, khususnya kepala sekolah yang belum mampu menghasilkan output yang baik.

c. Mempersiapkan sebaik mungkin calon-calon kepala sekolah yang akan dipromosikan menjadi kepala sekolah, baik dari segi kepribadian, maupun dari segi pengetahuan tentang tugas–tugas sebagai seorang pemimpin.. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa orang–orang yang dipersiapkan secara baik dan matang, baik segi pengetahuan maupun segi keterampilannya dalam memimpin, diharapkan akan lebih berhasil memimpin bila dibandingkan dengan orang–orang yang tidak dipersiapkan sama sekali.

d. Turut serta membantu secara materil maupun moril dalam menciptakan iklim sekolah yang harmonis, nyaman dan sejuk sehingga mampu memberikan sumbangan terhadap kelancaran proses pembelajaran.

2. Saran untuk Kepala Sekolah

Kepala sekolah karena statusnya sebagai manager yang bertanggung jawab atas keberhasilan pendidikan pada sekolah yang dipimpinnya, maka hendaknya dapat mempertimbngkan hal-hal sebagai berikut :

a. Hasil penelitian mengungkapkan, bahwa lingkungan kerja sekolah mempunyai hubungan positif yang berarti dengan sikap guru pada proses pembelajaran. Ini menunjukan bahwa sikap guru pada proses pembelajaran dipengaruhi oleh lingkungan kerja sekolah. Sedangkan proses pembelajaran merupakan garda terdepan yang secara langsung berhadapan dengan peserta didik yang paling menentukan keberhasilan proses pembelajaran.

b. Meningkatkan sikap positif guru terhadap pada proses pembelajaran perlu mendapat dorongan dari kepala sekolah antara lain dengan terciptanya lingkungan kerja yang baik. Hendaknya upaya-upaya menata dan meningkatkan lingkungan kerja sekolah menjadi lingkungan kerja yang kondusif bagi guru-guru dalam bertugas terus dilakukan sertiap waktu. Dengan demikian diharapkan sikap guru pada proses pembelajaran menjadi lebih positif.

c. kepala sekolah harus mau melakukan evaluasi diri dengan membuka lebar saran, pendapat dan kritik dari bawahan dalam rangka peningkatan etos kerja seluruh personil sekolah terutama guru. Tentang hal ini banyak cara yang dapat dilakukan, seperti pada kesempatan rapat, melalui angket, dan lain-lain.

3. Saran bagi peneliti lanjutan

Kepada peneliti, khususnya peneliti bidang pendidikan disarankan untuk dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Sikap guru pada proses pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor. Meneliti sekaligus semua faktor yang berpengaruh terhadap sikap guru pada proses pembelajaran sukar dilakukan karena kompleknya faktor tersebut. Penelitian ini baru melihat kepemimpinan kepala sekolah dan lingkungan kerja sekolah dalam kaitannya dengan sikap guru pada proses pembelajaran.

b. Meneliti faktor-faktor lain yang diduga mempunyai hubungan yang positif dengan sikap guru pada proses pembelajaran. Ini penting untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam usaha membina sikap positif guru terhadap pengajaran.

c. Memperluas lingkup penelitian dengan menambah subjek penelitian seperti terhadap sekolah swasta pada kabupaten yang sama, sehingga dapat membandingkan hasil penelitian dari dua subjek yang berbeda. Atau bisa pula dengan meluaskan wilayah pada berbagai kabupaten di propinsi Jawa barat, sehingga dapat dijadikan bahan masukan bagi Dinas Propinsi Jawa Barat untuk peningkatan mutu pendidikan di daerah tersebut.

d. Mencari cara–cara baru dalam upaya meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi sikap guru pada proses pembelajaran,msalnya melalui penelitian kualitatif.

C. Implikasi

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dua variabel bebas : pertama, persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan kedua, persepsi guru terhadap lingkungan kerja, baik masing-masing maupun secara bersama-sama ternyata memiliki hubungan positif dengan sikap guru pada proses pembelajaran.

Dalam keterpurukan kualitas pendidikan di Indonesia hendaknya persoalan kepemimpinan kepala sekolah dan lingkungan kerja harus selalu menjadi bahan perhatian dari pemerintah, terutama dari dinas terkait karena hal itu terbukti sangat erat kaitannya dengan sikap guru pada proses pembelajaran. Sedangkan baik buruknya proses pembelajaran akan sangat berpengaruh pada proses belajar siswa. Proses pembelajaran yang baik diperkirakan akan mendapatkan hasil belajar yang baik, demikian pula sebaliknya proses belajar yang tidak baik akan menghasilkan hasil belajar yang buruk.

Berikut ini akan diuraikan implikasi hasil penelitian, yaitu tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Lingkungan Kerja.

1. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala sekolah memiliki peran sentral dalam sebuah lembaga pendidikan, sudah bukan basa-basi lagi, harus benar-benar menempatkan diri sebagai tokoh yang mau dan mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai EMASLIM, yaitu sebagai educator, manager, administrator, leader, inovator, dan motivator.

Kemauan dan kemampuan kepala sekolah dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya dapat menambah motivasi bagi guru untuk menjadi guru yang profesional. Guru yang profesional senantiasa akan menumbuh-kembangkan inovasi-inovasi baru dalam mencapai yang terbaik dari apa yang dikerjakannya.

Bagi seorang kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah, kiranya perlu memahami akan kualitas kepemimpinannya dengan menelaah beberapa kriteria tentang mutu kepemimpinannya.

1. Kredibilitas. Apakah memperoleh kepercayaan dari mereka yang bekerja sama dengannya ? Apakah mereka mempercayai, menghormati, mengagumi dan senang bekerja sama dengan pemimpinnya ? Apakah bawahan, kolega, pelanggan atau pengawas yang bekerja dengan pemimpin ini merasakan ikatan emosional dan pribadi dengannya ?

2. Kapabilitas. Apakah mampi membuat organisasi berhasil ? Apakah pemimpin ini mampu membentuk visi, membuat rencana pelaksanaan, mengembangkan kemampuan, dan membuat orang menyadari tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaannya ?

Kedua dimensi ini harus menjadi landasan bagi tuntutan kepemimpinan masa depan. Pemimpin yang menunjukkan kredibilitas dan kapabilitas akan melahirkan semangat dan kinerja, pemecahan masalah dan hasil, keterikatan dan kemampuan. Akan menjadi individu yang berkepribadian kuat dan akan membangun orgnisasi yang kuat pula. Berarti keberhasilan suatu organisasi tidak tergantung pada karakter organisasi itu sendiri, tetapi tergantung pada pemimpinnya.

Untuk mewujudkan kedua dimensi tersebut, perlu menunjukkan lima langkah, yaitu :

1. Penilaian (assesment). Pemimpin perlu menilai kekuatan dan kelemahan pribadi dan organisasinya.

2. Penentuan (articulation). Pemimpin perlu menentukan sasaran dan arah pribadi dan organisasinya.

3. Alokasi (allocation). Pemimpin perlu mengalokasi sumber daya.

4. Perhatian (attention). Pemimpin perlu memusatkan perhatian.

5. Pertanggungjawawaban (accountabilitas). Pemimpin harus memastikan pertanggung jawabnya.[120]

Fungsi kepemimpinan dalam bidang pendidikan yang oleh Burhanudin sebagaimana dikutif oleh Idochi Anwar, diklasifikasikan menjadi tiga klasifikasi, yaitu :

1. Fungsi yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Artinya pemimpin berusaha membantu kelompok untuk merumuskan tujuan pendidikan yang memenuhi syarat agar dapat dijadikan pedoman dalam menentukan kegitan pendidikan.

2. Fungsi yang berhubungan dengan pengarahan pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Artinya bagaimana pemimpin mampu menggrakkan bawahan agar serangkaian kegiatan pendidikan dapat terlaksana dengan baik. Teknik yang digunakan meliputi actuating, leading, directing, motivating, dan stafing.

3. Fungsi yang berhubungan dengan dengan penciptaan suasana kerja yang mendukung proses kegiatan administrasi berjalan dengan lancar, penuh semangat, sehat dan dengan kreatifitas yang tinggi. Artinya pemimpin harus menciptakan iklim organisasi yang mampu mendorong peningkatan produktifitas pendidikan yang tinggi dam kepuasan kerja yang maksimal.118

Dipertegas lagi dengan pendapat Rohani dan Ahmadi yang menyatakan bahwa fungsi kepemimpinan pendidikan dapat disarikan sebagai berikut :

1. Mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berpikir mengeluarkan pendapat, baik secara perorangan maupun kelompok sebagai usaha mengumpulkan data/bahan dari anggota kelompok/organisasi/lembaga dalam menetapkan keputusan (decesion making) yang mampu mempengaruhi aspirasi di dalam kelompok/orgnisasi/lembaganya.

2. Mengembangkan suasana kerjasama yang efektif dengan memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap kemampuan orang-orang yang dipimpinnya sehingga timbul kepercayaan pada dirinya sendiri dan kesediaan menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan masing-masing.

3. Mengusahakan dan mendodrong terjadinya pertemuan pendapat/buah pikiran dengan sikap saling harga menghargai sehingga timbul perasaan ikut terlibat di dalam kelompok/organisasi/lembaga dan timbul perasaan bertanggung jawab akan pekerjaan masing-masing sebagai bagian dari usaha pencapaian tujuan.

4. Membantu menyelesaikan masalah-masalah, baik yang dihadapi secara perorangan maupun kelompok dengan memberikan petunjuk-petunjuk dalam mengatasinya sehingga berkembang kesediaan-kesediaan untuk memecahkannya dengan kemampuan sendiri.119

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka persoalam kepemimpinan yang erat kaitannya dengan bawahan/karyawan atau kalau dalam dunia pendidikan antara kepala sekolah dengan guru, khususnya, akan terjalin hubungan yang harmonis sehingga berbagai kesenjangan pimpinan-bawahan akan dapat dihindari.

2. Lingkungan Kerja

Sejalan dengan pendapat Kartini Kartono yang membagi lingkungan kerja ke dalam dua kelompok, yaitu (1) kondisi-kondisi material, dan (2) kondisi-kondisi psikis,120 yang kemudian dipertegas pada buku lainnya yang mengatakan bahwa manusia itu tidak bisa dilepaskan dari lingkungan hidupnya. Oleh karena itu penting bagi manusia mengenal dan mengamati lingkungannya, lalu mengendalikan atau memanfaatkannya guna pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusiawinya, dan untuk mempertahankan hidupnya. Karena itu manusia mencoba mengamati dan mengenal lingkungan hidupnya dengan bantuan indera (pancaindera). Maka dalam pengamatan itu penting artinya penggunaan alat dria/indera oleh manusia normal.[121]

Lingkungan manusia itu penuh dengan macam-macam benda dan peristiwa. Benda-benda dan peristiwa itu bisa berfungsi sebagai perangsang, yang kemudian diterima dan ditanggapi oleh indera dari organisme. Organisme kemudian mereaksi dengan gerakan-gerakan otot. Ini berarti, bahwa pribadi dan organisme mereaksi terhadap situasi atau lingkungannya. Pribadi tadi berusaha menyesuaikan diri terhadap situasinya. Dalam hal ini beberapa obyek memainkan peranan penting dan bermakna bagi dirinya sehingga dia mencoba untuk menangkap/mengamati lebih tajam lagi.

Dengan demikian terlihat bahwa lingkungan dan khususnya lingkungan kerja yang didalamnya menyangkut lingkungan fisik tempat berkerja, juga mencakup aspek-aspek psikis yang berhubungan dengan tempat bekerja dan pekerjaan itu sendiri dapat berpengaruh pada seseorang dalam berperilaku sebagai reaksi atas pengamatan inderanya.

Oleh karena itu, bagi sebuah lembaga pendidikan penting kiranya memperhatikan berbagai aspek yang erat kaitannya dengan penciptaan lingkungan kerja yang dapat mendorong motivasi guru untuk berperilaku positif dalam bekerja. Sikap positif guru pada proses pembelajaran, berdasarkan penelitian, telah terbukti diantaranya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja.

Lingkungan psikis, seperti dalam tata hubungan yang terjadi antara pimpinan dengan bawahan atau sebaliknya. Hubungan ini berupa perintah, petunjuk, pengarahan, teguran, laporan, dan lain sebagainya. Atau antara bawahan dengan bawahan yang memiliki pangkat atau jabatan yang sederajat. Tata hubungan ini apabila dilaksanakan dengan baik dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan dan kebersamaan.

Lingkungan pisik, seperti tata ruang kantor yang intinya berupa penyusunan alat-alat dengan tepat serta pengaturan tempat kerja yang memberikan kepuasan bagi pegawai. Hal ini dapat memberikan manfaat akan terciptanya kenyamanan, ketentraman, kesenangan dalam bekerja. Selain itu manfaat tata ruang kantor dapat menciptakan :

1. Efesiensi, karena dapat mencegah pemborosan waktu, tenaga dan materil.

2. Hubungan kerja dapat dipercepat.

3. Mempermudah pengawasan

4. Menimbulkan kesenangan kerja dan menimbulkan semangat kerja pegawai.

5. Pekerjaan lebih lancar dan pegawai tidak terganggu.

3. Proses Pembelajaran

Pengajaran merupakan proses belajar mengajar yang menitik beratkan tinjauannya pada bagaimana guru mengajar, sedangkan pembelajaran merupakan proses belajar mengajar yang menitik beratkan tinjauannya pada bagaimana murid belajar. Pengajaran pada umumnya berlangsung dalam pendidikan formal, sedangkan pembelajaran berlangsung di dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Proses pembelajaran yang dilakukan pada lembaga pendidikan formal didalamnya terjadi interaksi antara guru dengan murid. Peranan guru dalam proses pembelajaran yaitu berusaha untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Agar berhasil, Nasution mengemukakan 13 prinsip belajar yang harus mendapat perhatian, yaitu :

1. Agar seseorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan.

2. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.

3. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesukaran dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.

4. Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.

5. Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil-hasil sambilan atau sampingan.

6. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melalukan.

7. Seorang belajar sebagai keseluruhan, tidak dengan otaknya atau secara intelektual saja tetapi juga secara sosial, emosional, etis dan sebagainya.

8. Dalam hal belajar, seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.

9. Untuk belajar diperlukan “insight”. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan menghafal fakta lepas secara verbalistis.

10. Disamping mengajar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengajar tujuan-tujuan lain. Misalnya : orang yang belajar main bulu tangkis, juga ingin juara, mencari keharuman nama, dan sebagainya.

11. Belajar lebih berhasil apa bila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.

12. Ulangan dan latihan itu perlu, tetapi harus didahului oleh pemahaman.

13. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.122

Dalam proses pembelajaranpun hendaknya memperhatikan kesulitan-kesulitan yang mungkin dialami siswa. Kesulitan yang dihadapi bisa disebabkan oleh faktor internal ataupun eksternal.123

1. Faktor internal

Faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi kemampuan belajar siswa adalah kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap dan kebiasaan belajar, serta kondisi-kondisi pisik dan kesehatan.

2. Faktor eksternal

Faktor dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar adalah keluarga, sekolah dan masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka guru harus memiliki profesionalisme yang tinggi artinya guru harus memiliki keterampilan dalam mengajar. Keterampilan mengajar adalah keterampilan guru yang diperlukan untuk dapat mengelola interaksi belajar mengajar. Ada 7 keterampilan guru dalam mengajar, yaitu :

1. Keterampilan dalam membuka dan menutup pelajaran.

2. Keterampilan menjelaskan.

3. keterampilan bertanya.

4. Keterampilan memberi penguatan.

5. Keterampilan mengadakan variasi.

6. Keterampilan mengelola kelas.

7. Keterampilan membimbing diskusi.124

Dari uraian ketiga unsur, yaitu kepemimpinan kepala sekolah, lingkungan kerja dan proses pembelajaran merupakan hal yang berperan dalam efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan hendaknya dapat memperhatikan ketiga unsur tersebut demi kelancaran proses pendidikan itu sendiri.


[120] Frances Hesselbein (Ed.), op cit, h. 220

118 Idochi Anwar, op cit, h. 31

119 Ibid, h. 32

120 Kartini Kartono, loc. cit.

[121] Kartini Kartono, op cit, h. 45

122 Nasution, S., op cit, h. 49-50

123 Sudirwo, Daeng. 2002. Kurikulum Dan Pembelajaran Dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung, CV Andira, h. 43

124 Ibid, h. 105

Tinggalkan komentar